Gungun Mulyawan

Gungun Mulyawan adalah seorang pria tulen dengan segudang mimpi besar yang masih bermimpi di usianya yang tak lagi muda itu untuk meraih semua mimpinya. Itu karena dia yakin bahwa mimpi-mimpi itulah yang mampu menyulut semangatnya.

Dia tak banyak bicara karena takut kalau-kalau apa yang diucapkannya tak mampu dia kerjakan atau karena terlalu banyak bicara seringkali hanya menghabiskan energi.

Happy FamilyGungun Mulyawan lahir tanggal 24 Januari tahun 1978 dari rahim seorang ibu bernama Ika Sartika yang melahirkan 3 putera dan 5 puteri. Delapan bersaudara yang lahir dari rahim ibu sederhana ini adalah Ema Zakiyyah Annawariyyah SP.d., Doddi Imanuddin S.P.d., M.P.d., Gungun Mulyawan, Isma Lisdiani, Zaki Khaerul Ummam S.P.d., Rahmi Sopiani, Fitri Khaerunnisa, dan Risda Maulina. Sementara ayahnya adalah seorang dai sederhana dengan semangat dan mimpi yang tak pernah surut bernama Faqih Nawari (Allahuyarham).

Lahir dari seorang ibu yang sederhana dan dididik dalam misi Islam yang kuat serta visi yang luas dari ayahnya telah menjadikan Gungun Mulyawan seperti sekarang. Sederhana, bermimpi besar dan yakin bahwa kekuatan Allah akan selalu menolongnya. Pendidikannya dimulai dari TK. Al-Istiqamah I Bojong Buah, kemudian SDN. Cilampeni I, SMPN 8 Bandung (sekarang SLPN 1 Margahayu Kab. Bandung), SMAN 18 Kota Bandung.

Karena minatnya yang besar pada kesusasteraan dan juga seni lainnya, Gungun Mulyawan pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan S1-nya di sebuah perguruan tinggi seni di Kota Bandung tapi tidak diselesaikan. Pada akhir abad 20 itu dia gemar dan giat keluar masuk komunitas-komunitas kesenian di Bandung sampai pada awal abad 21 dirinya berlabuh pada sebuah komunitas kesenian bernama GREHA BUBAT yang berkedudukan di Jl. Buah Batu Bandung. Beberapa penghargaan berhasil diraihnya baik dalam bidang kepenulisan cerita pendek ataupun pembacaan puisi.

Meskipun dilahirkan dari sebuah keluarga PERSIS yang kuat, Gungun Mulyawan baru menambatkan diri menjadi anggota PEMUDA PERSIS pada tahun 2012 di usinya yang tidak lagi muda. Ini bisa jadi dikarenakan jiwa mudanya yang liar dan pemberontak. Mungkin terlambat, tapi Gungun Mulyawan selalu berkata “Tak ada kata terlambat untuk sebuah keputusan yang baik.”

Setelah bergabung dengan PEMUDA PERSIS itulah Gungun Mulyawan kemudian mengalihkan kegemarannya menulis prosa dan puisi dengan menulis kajian-kajian tentang Islam namun tanpa melepaskan sama sekali minatnya pada seni dan sastera. Secara kebetulan, Gungun Mulyawan sekarang dipercaya mengurus sebuah bulletin dwimingguan yang diterbitkan PC. PEMUDA PERSIS KATAPANG sehingga bertambah besarlah minatnya untuk menulis kajian-kajian keislaman dan mengembangkan citizen jurnalisme bernama grup Bulletin Ummat Adz-dzikro dalam laman social media Facebook. Kesibukannya sekarang adalah belajar membuat website yang mudah-mudahan dapat disumbangkan untuk jam’iyyah yang dia cintai.

Tinggalkan komentar