Monthly Archives: Juli 2013

Ramadhan 1434 H

Ramadhan Ini dan Kemerdekaan Itu

Oleh: Abahna Jafits

 

 “Umat Islam harus insaf kembali, bahwa mereka mempunjai risalah jang semendjak ber-abad2 belakangan ini telah terpendam. Adapun jang menjebabkan terpendamnja risalah itu ialah karena mereka telah djadi makanan bangsa2 lain, disebabkan sudah lupa akan harga dirinja dan kemudian memiliki sipat penakut dan kikir.

Dalam arus kebangunan sekarang ini setiap Muslim harus memasuki gelanggang masjarakat kembali, bukan mendjauhkan diri, agar dapat mengubah mana jang tidak baik dalam masjarakat itu.

Didalam dan di-tengah2 masjarakat jang sakit dan bobrok itulah, kita harus berdiri — sjuhada ‘alan-naas — mendjadi saksi atas kebaikan sesuatu didepan manusia umum, mempertahankan pendirian dengan djihad jang teguh.

Dengan demikian barulah hidup ini ada nilainja.”

9 Oktober 1954 (M. Natsir (Capita Selecta II))

Tulisan di atas adalah penggalan dari apa yang sudah ditulis M. Natsir pada tahun 1954. Masa dimana republic ini dalam keadaan pergolakan dan diperebutkan oleh banyak pihak. Sementara itu, dalam mukaddimah “Piagam Jakarta” alinea terakhir seharusnya kita dapat membaca rangkaian kalimat berikut ini: “…maka disusunlah Kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hokum dasar Negara Indonesia yang berbentuk susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab …”

Teks Proklamasi 17 Agustus 1945

Teks Proklamasi 17 Agustus 1945

Namun Latuharhary, anggota Panitia Sembilan yang beragama Protestan, tidak menyetujui pencantuman anak kalimat yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” itu (Almanak Alam Islami, Pustaka Jaya). Oleh karenanya sekarang kita dapat membaca pergolakan pemikiran tentang kebangsaan yang berkembang pada saat itu. Kita sekarang dapat membaca bagaimana diperebutkannya negeri ini oleh berbagai macam idealism. Semua itu dapat dipahami oleh karena bangsa ini adalah bangsa yang baru saja lahir yang diperanakkan dari penjajahan atau lahir dari kesamaan perasaan berbagai suku dan elemen yang ada sebagai yang terjajah.

Dari jajaran sejarah yang terpapar ke hadapan kita, dapatlah kita baca bahwa perjuangan ummat Islam tidaklah sedikit. Ini bukan hanya karena ummat Islamlah yang menjadi mayoritas. Harus ditekankan disini bahwa perjuangan ummat Islam bukan hanya membebaskan diri dari kelaparan, membebaskan diri dari kebodohan, membebaskan diri dari keterkungkungan dlsb. Perjuangan ummat Islam adalah upaya untuk melakukan counter diri dari rusaknya akidah islamiyah.

Sebagai satu bab tambahan yang diimbuhkan penerbitnya dalam buku “Dunia Baru Islam” karya Lothrop Stoddard. Di halaman 306 disebutkan “…Suatu tindakan yang tidak akan dilupakan rakyat terjajah akan kebobrokan politik penjajahan ialah menggunakan kesucian agama bagi kepentingan kolonialismenya. Misalnya apa yang diperagakan oleh Gubernur Jendral Idenburg dengan politik pengkristenan terhadap seluruh penduduk Nusantara. …Akan tetapi rakyat yang telah bangkit mempunyai kesadaran yang sangat tinggi, bahwa usaha Belanda adalah usaha yang menyesatkan, mudah diketahui; bukannya hati gembira dengan maksud itu, akan tetapi sebaliknya api yang telah berkobar menyala di dalam dada ummat Islam meledak menembus mendung angkasa yang menyelimutinya, mengkocar-kacirkan kubu-kubu pertahanan kolonialis Belanda. ‘Kerstening Politiek’ adalah cara busuk, yang memperalat agama untuk kepentingan bulus colonial. Gerakan-gerakan baru di Indonesia selalu diartikan salah oleh Idenburg yang bernafsu besar menjadikan Negeri Jewawut ini menjadi milik Nederland, milik ras putih untuk selama-lamanya…”

Hampir mirip dengan buku “Dunia Baru Islam” karya Lothrop Stoddard tadi, Tamim Ansary dalam buku “Dari Puncak Bagdad sejarah dunia versi islam” menyebutkan tiga orang ini: Abdul Wahhab dari semenanjung Arab; Sayyid Ahmad dari Alligarh, India; dan Sayyid Jamaluddin-i-Afghan, sebagai orang-orang reformis yang menyadarkan ribuan ummat Islam akan keterkungkungan dan ketertinggalan. Gerakan-gerakan mereka kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Dalam “Dunia Baru Islam” disebutkan demikian,

“Sebagaimana telah disinggung dimuka, bahwa Gerakan Salaf adalah gerakan pembaharuan yang berusaha keras mengembalikan ajaran Islam pada relnya kaum salaf, kembali kepada Qur’an dan Sunnah, mengikis habis bid’ah dan khurafat, takhyul serta klenik, membuka terus pintu ijtihad dan menolak membabi-buta dalam kegelapannya taqlid. Gerakan Salaf adalah Gerakan Reform.

Tetapi disamping Gerakan Salaf, yang menghendaki perombakan total ummat Islam, yang telah jauh menyeleweng dari rel Islam yang sebenarnya, merombak total luar dan dalam, jiwa dikembalikan, kemudian usaha disesuaikan dengan perkembangan zaman; disamping itu, terdapat pula – kalau dilihat sepintas lalu seakan-akan juga gerakan Reform dalam Islam, tetapi hakekatnya tidak memberontak terhadap apa yang seharusnya dirombak, yakni mengembalikan ajaran Islam menurut Salaf, tetapi hanya sekedar menginginkan perubahan luar, perubahan yang bersifat social-kulturil dan politis-ekonomis, bukan jiwa ajarannya, malahan mereka masih memelihara apa yang didapatnya dari ulama-ulama terdahulu, ini tidak dinamakan gerakan Reform dalam Islam, tetapi sekedar gerakan Modernis Islam. Gerakan Modernis, yang menghendaki perombakan cara hidup ummat Islam disesuaikan dengan perkembangan zaman.”

Jadi dapat dilihat bahwa perjuangan kemerdekaan yang terutama adalah perjuangan menegakkan agama Allah.

 

Ramadhan sebuah momentum.

 

Sebagaimana sejarah telah mencatat berbagai kemenangan ummat Islam dalam bulan ini. Salah satunya, pada tanggal 17 Ramadhan 2 H terjadi perang Badar Kubra yang merupakan perang terbuka pertama yang dilakukan ummat Muslim di bawah pimpinan Rasulullah SAW melawan kaum musyrik Quraisy di suatu kawasan peperangan bernama Badar (sekitar 80 mil dari Madinah). Sebuah perang yang legendaries, dimana ummat Muslim yang berjumlah lebih kurang 313 tentara dengan perlengkapan seadanya melawan lebih kurang 1000 tentara Musyrikin yang berkekuatan penuh itu mampu memenangi perang itu dengan gilang gemilang. Maka turun ayat yang terjemahannya sbb “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”(QS Ali Imran 123).

Detik-detik dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Ir. Soekarno

Detik-detik dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Ir. Soekarno

Kenyataan bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada hari Jumat, 9 Ramadhan 1334 H yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945 M mungkin hanya satu dari sekian kebetulan saja. Tapi kita disini berharap dan menginginkan bahwa moment tersebut menjadi pengingat bahwa kita diamanati untuk mengisi kemerdekaan ini dengan nilai-nilai luhur yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga dapat meminimalkan kekeliruaan-kekeliruan yang mungkin kita lakukan. Tidak semestinya kita mengisi kemerdekaan republic ini dengan sesuatu hal yang justru membelakangi Al-Qur’an dan sunnah.

Sebuah tata aturan seadiluhung apapun hanya akan menjadi goresan-goresan di atas kertas yang bisu jika dia tidak diamalkan dan diaplikasikan menjadi sebuah karya nyata. Sebuah bahasa, misalnya basa sunda dan bahasa-bahasa ibu yang lainnya akan menyaksikan keruntuhan dan kelunturannya karena penuturnya sudah tidak lagi setia mempergunakannya sebagai bahasa sehari-hari dan bahasa pergaulan. Apalagi bahasa pengantar pendidikan/pengajaran dan bahasa ilmiah. Tidak beda pula dengan nilai-nilai agama jika dia hanya menjadi pajangan di sebuah galeri bernama kebanggan.

Kemerdekaan ini belum sempurna atau bahkan tak akan pernah sempurna seperti bunyi alinea kedua dari Pembukaan UUD ’45 ini “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kita hanya sempat diantarkan ke depan pintu gerbang. Seterusnya adalah terserah kita. Terserah generasi-generasi yang datang kemudian. Apakah akan diteruskan perjuangan kemerdekaan itu ataukah akan dikembalikan pada bentuk penjajahan yang lain? Kepada bentuk kolonialisme yang lain? Kepada bentuk imperialism yang lain? Ya, selanjutnya terserah anda.

 

Apa bedanya status Negeri terjajah dan merdeka seandainya kita dijauhkan dari kebenaran Al-Qur’an dan Hadits? Apa bedanya penguasa kulit putih, kulit kuning dan kulit sawo matang kalau semuanya tidak punya hasrat menegakkan dinnul Allah? Apa bedanya hokum colonial dan hokum buatan sendiri kalau kedua-duanya tidak memiliki saripati hokum Allah dan nabi-Nya? Pertanyaan-pertanyaan itu harus kita jawab hari ini dengan mengawal dan menjagai negeri ini dari ketersesatan dan penghambaan diri kepada prinsip-prinsip materialistic yang menjauhkan kita dari keislaman dan keimanan yang hakiki. Kita harus bisa menyebar dan bergerak dalam bidang apapun sepanjang itu berada dalam rel shiratal mustaqiem. Karena kita adalah generasi perindu essensi dan eksistensi Islam yang mampu berjalan beriringan dan saling bahu membahu.

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS;13 Ar Ra’d : 11)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S;2 Al-Baqarah : 214)

 

Wallahu a’lam bishawab.

Sanggar Indah Banjaran, 7 Ramadhan 1434 M / 16 Juli 2013 M.